Kilas Balik Sejarah Penerbangan Indonesia



PT Dirgantara Indonesia   |   http://www.indonesian-aerospace.com/
Indonesia dan dunia kedirgantaraan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan transportasi udara sangat dibutuhkan. Perjalanan panjang industri kedirgantaraan Indonesia ini sudah tercatat sejak jaman penjajahan. Saat ini, industri penerbangan Indonesia masih terus berkembang dengan dinamikanya.

Berikut timeline dari waktu ke waktu tentang industri penerbangan di Indonesia :

Periode tahun 1900 - 1920

Pemerintahan Hindia Belanda pada waktu itu melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan lisensi serta evaluasi teknis dan keselamatan pesawat-pesawat udara yang beroperasi di Indonesia. Tujuan dilakukannya hal ini adalah untuk menjamin keselamatan penumpang (untuk pesawat penumpang) dan ketercapaian misi (pesawat tempur).

Seiring berjalannya waktu, pesawat-pesawat yang digunakan tentara Belanda mengalami penurunan performa sehingga perlu dipantau kinerjanya. Bila sudah tidak layak pakai maka pesawat di-grounded.

Pada tahun 1914, penguasa mendirikan fasilitas penelitian prestasi terbang pesawat udara untuk daerah tropis. Kondisi atmosfer Indonesia berbeda dengan Eropa maupun Amerika. Sehingga untuk memastikan performa pesawat terjaga diperlukan pengujian di Indonesia.

Pada masa itu pengujian lebih banyak dilakukan secara langsung di lapangan. Pengujian dilakukan dengan melakukan uji terbang dan diukur performanya.


Periode tahun 1920 - 1940

Penguasa membangun fasilitas pembuatan pesawat. Fasilitas ini terletak di Sukamiskin Bandung dan selanjutnya dipindahkan ke Lapangan Udara Andir. Lapangan Udara Andir saat ini dikenal sebagai Bandara Husein Sastranegara. Fasilitas ini memproduksi pesawat Canada AVRO-AL.
Bandara Husein Sastranegara, Bandung saat ini   |    http://static.panoramio.com/

AVRO-AL adalah pesawat berjenis bomber. Di fasilitas yang ada di Bandung ini pesawat tersebut dibuat berbahan kayu. Pendirian fasilitas ini menjadikan proses produksi dan perawatan pesawat menjadi lebih murah dan cepat.

Pesawat AVRO yang dimuseumkan   |   https://media-cdn.tripadvisor.com

Selain produksi pesawat tersebut, pada periode ini bermunculan pula produsen pesawat perseorangan. Belum adanya regulasi yang ketat waktu itu memudahkan mensyarakat untuk membuat pesawat terbang.

Pada tahun 1922, sudah ada kegiatan produktif yaitu modifikasi pesawat terbang. Bengkel yang melakukan kegiatan ini terletak di Cikapundung, Bandung.

Pada tahun 1937, seorang pengusaha lokal Bandung mendorong pemuda-pemuda pribumi untuk memproduksi pesawat terbang. Kelompok pemuda ini dipimpin oleh Tossin. Proses manufaktur dilakukan di kawasan Pasir Kaliki, Bandung, Jawa Barat.

Bengkel yang didirikan ini memproduksi pesawat yang dinamai dengan kode PK.KKH. Prestasi pesawat ini adalah mampu terbang dari Belanda hingga China bolak-balik. Pesawat ini memiliki 2 buah mesin dengan propeller.
Pesawat PK-KKH yang diproduksi di Bandung tahun 1930an   |   http://1000aircraftphotos.com/

Kesuksesan pesawat ini berlanjut. Pada tahun 1938, pesawat PK. KKH didesain ulang atas permintaan LW. Walraven dan MV. Patist. Pada desain baru, pesawat dibuat dengan ukuran lebih kecil. Produksi pesawat dilakukan di kawasan Jalan Kebon Kawung Bandung.


Periode 1940 - 1960

Pada masa ini Indonesia meraih kemerdekaannya. Presiden Soekarno yang berlatar belakang engineering memiliki pemikiran bahwa Indonesia harus menguasai teknologi penerbangan dan maritim. Program industri penerbangan di Indonesia makin berkembang.

Program penerbangan nasional Indonesia dimulai dari sektor militer. TNI AU (dulunya TRI-Udara) mendirikan Biro Perencanaan dan Konstruksi.

Beberapa tokoh yaitu Nurtanio Pringgoadisurjo, Sumarsono, dan Wiweko Supeno mensponsori didirikannya fasilitas produksi pesawat terbang berupa lokakarya. Lokasi yang dipilih adalah Magetan, Jawa Timur.

Produk awal yang dibuat disini adalah pesawat layang NWG-1. Pesawat layang adalah pesawat tak bermesin dan terbang memanfaatkan aliran udara panas. Teknologinya saat ini terus berkembang.

Pesawat glider NWG-1   |   http://1.bp.blogspot.com/

Pesawat ini dibuat sebanyak 6 unit dan digunakan untuk melatih calon pilot yang nantinya dikirim untuk belajar lebih lanjut di India. Selain sebagai sarana latihan, proyek ini juga berhasil memperkenalkan industri penerbangan Indonesia kepada dunia.

Pemuda-pemuda Indonesia seperti Tossin, Ahmad, dan rekan-rekannya yang tertarik pada bidang ini juga ikut serta dalam pembuatan pesawat NWG-1.

Setelah tahun 1953 pengembangan teknologi dirgantara nasional makin getol dilakukan. Tanggal 1 Agustus 1954 berhasil diterbangkan pesawat single-seater Si Kumbang yang terbuat dari logam. Pesawat ini dirancang oleh Nurtanio.

Pesawat Sikumbang   |   http://4.bp.blogspot.com/

Tahun 1958 berhasil diterbangkan prototipe pesawat Belalang 89 yang merupakan pesawat latih dasar. Pesawat ini diproduksi dengan nama Belalang 90. 

Pesawat Belalang 90   |    http://aviadejavu.ru/

Pengembangan berlanjut dan lahirlah pesawat Kunang 25. Pesawat ini lebih kecil namun lebih aerodinamis.

Pesawat Kunang 25   |    https://upload.wikimedia.org


Di samping pengembangan industri, pada periode ini diutus banyak anak muda Indonesia untuk belajar mengenai aerospace engineering di Eropa dan Amerika. Beberapa dari mereka difilmkan dalam Rudy Habibie (2016).

Cover film {Rudy Habibie} yang menggambarkan mahasiswa dinas   |    http://img.antaranews.com/

Pengiriman mahasiswa :
1951 - 1954 : TU Delft (Belanda)
1954 - 1958 : Jerman
1958 - 1962 : Cekoslowakia dan Rusia


Periode 1960 - 1980

Tahun 1960 didirikan Lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP). Tugas LAPIP adalah untuk bermitra dan menyiapkan segala kebutuhan untuk pendirian industri pesawat terbang di Indonesia. Kerjasama pertama terjadi antara LAPIP dengan CEKOP (Polandia) dan memproduksi 44 buah pesawat Gelatik. Pesawat Gelatik digunakan untuk keperluan pertanian, angkutan ringan, dan hobi.

Pesawat Gelatik   |    https://upload.wikimedia.org

Tahun 1962, untuk mencetak generasi berkompeten di dunia penerbangan, didirikan bidang studi Teknik Penerbangan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Tokoh yang berperan sebagai pioner adalah Prof Oetarjo Diran dan Liem Keng Ki alias Prof Laheru (diperankan Ernest Prakasa dalam film Rudy Habibie). Saat ini bidang studi ini bernama Program Studi Aeronotika dan Astronotika, berdiri di bawah Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB.

Prof. Oetarjo Diran, pendiri Teknik Penerbangan ITB    |     http://2.bp.blogspot.com/

Prof Laheru alias Liem Keng Kie, pendiri Teknik Penerbangan ITB    |    http://i61.tinypic.com/

Selanjutnya, pada tahun 1963 dibentuk DEPANRI atau Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia. Kini lembaga ini bernama LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Melalui SK Presiden RI, didirikan KOPELAPIP (Komando Pelaksana Persiapan Industri Pesawat Terbang).

Untuk menghormati jasa Nurtanio yang gugur dalam uji terbang pada Maret 1966, nama LAPIP diubah menjadi LIPNUR (Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio). LIPNUR memproduksi pesawat LT-200 serta membangun bengkel MRO.

Perangko bergambar Nurtanio untuk menghormati jasanya   |    https://upload.wikimedia.org

Di Praha (Cekoslowakia) pada tahun 1961 B.J. Habibie mendirikan kelompok Penerbangan dan beliau menjadi ketuanya.

Era 1970-an berkat dana dari Pertamina, kembalinya mahasiswa yang belajar di Eropa, serta berlangsungnya alih teknologi berhasil dirintis perusahaan produsen pesawat terbang di Indonesia.

Pada 28 April 1976 resmi didirikan PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (PT IPTN) dengan B.J. Habibie sebagai direktur utama. 


Periode 1980 - 2000

Pada 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berubah nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN). Filosofi yang dianut IPTN adalah "bermula di akhir, berakhir di awal".

Salah satu produk terkenal yang tercipta adalah pesawat CN-235 hasil kerjasama IPTN dengan CASA (Spanyol). Pesawat ini digunakan oleh berbagai negara.

Pesawat CN-235 hasil kerjasama IPTN dan CASA   |     https://upload.wikimedia.org
Setelah berhasil dengan CN-235, IPTN semakin mandiri dan berhasil memproduksi pesawat N-250. Pesawat ini terbang perdana pada 10 Agustus 1995. Sayangnya krisis moneter yang melanda Indonesia menghentikan proyek pesawat ini.

Pesawat penumpang N-250 buatan anak bangsa   |    https://ahmadramadlan.files.wordpress.com



Periode 2000 - saat ini

Oada 24 Agustus 2000, IPTN berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) atau Indonesian Aerospace (IAe). Perubahan nama ini diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid di Bandung.

Saat ini PTDI terus bejalan menjalankan kegiatannya sebagai industri pesawat terbang. Proyek yang saat ini tengah dijalankan adalah pesawat 19 penumpang N-219. Di samping itu ada pula manufaktur komponen wing-fitting untuk Airbus A380 (kontrak jangka panjang) dan kerjasama dengan Airbus Helicopter. Produksi-produksi lain seperti pesawat C-212 dan helikopter juga berlangsung di sana.

Pesawat N219 buatan PTDI menunggu terbang perdana   |    http://defence-blog.com/


Di ITB, studi teknik penerbangan meliputi 3 jenjang yaitu S1, S2, dan S3. Program studi S1 Aeronotika dan Astronotika ITB saat ini telah memperoleh akreditasi internasional ASIIN (Jerman) sehingga kompetensi lulusannya diakui secara internasional.

Salah satu sudut laboratorium Teknik Penerbangan ITB   |    indoflyer


Beberapa tahun terakhir teknologi Unmanned Aerial System (UAS) dan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) booming di Indonesia. Saat ini bermunculan perusahaan produsen UAV di berbagai daerah di Indonesia. 

Penggemar aktivitas terbang di Indonesia diwadahi oleh FASI (Federasi Aero Sport Indonesia). Untuk kalangan mahasiswa, tiap tahunnya diadakan kompetisi KRTI (Kontes Robot Terbang Indonesia), Komurindo (Kontes Muatan Roket Indonesia), dan lomba-lomba lain.



Ditulis oleh :
Chandra Nurohman






Comments

Popular posts from this blog

Berbagai Macam Jenis Sayap Pesawat Terbang

Kulit Badan Pesawat Setipis Kaleng Sarden

Mengenal Pesawat Layang (Glider atau Sailplane)